Di usia menjelang 25 tahun (dulu), pasti ada pertanyaan yang sering ditanyakan ke saya, yakni sudah punya pacar belum dan berakhir dengan pertanyaan : kapan menikah ?
Pertanyaan itu kadang menjadi hal yang menyebalkan ketika kita lagi sensi atau melankolis, karena kita berkaca. Ini kehidupanku, mau nikah keh, mau jomblo kek, memang kenapa ? Mau dibantuin membiayain pernikahannya ? Hahaha. Pikiran jelek saya pun keluar, aduh orang - orang ini kok ya seneng to ngusilin hidup orang.
Memang di usia 25 tahun dulu, saya masih single. Memang ada cewek yang ditaksir, tapi saya masih slow dulu. Nah yang susah ketika yang tanya orang tua. Mau njawab apa pula...., lah emang masih belum punya pacar, terus mau diapain. Alhasil ketika saya masih menjawab belum, mulai dah, si mama heboh. Jurus mengenalkan anaknya temennya mama, anaknya ini, anaknya temen gereja, dan sebagainya. Dan mau enggak mau, ya tetap ditemuin kan. Dan apakah berhasil..... enggak juga.
Memang saya berpikir, entar aja deh. Orang kerjaan juga masih belum matang, enggak mau deh kalau kenalan sama cewek, terus ditanya kerjanya apa, masih staff.... ya enggak deh,
Singkat cerita saya masuk ke tahap pacaran ketika saya sudah menyelesaikan tahap Thesis S2 saya, dan sudah memiliki posisi Manager, dan menjelang usia 30 tahun. Dan berdasarkan pengalaman keluarga saya, adik adik saya juga cenderung menikah di menjelang usia 30 tahun, dan sudah memiliki karir yang matang, dan juga sudah menyelesaikan studi lanjutan S2-nya semua.
Ya kembali bibit, bebet, bobot diperhatikan. dan bobot saya juga memang berat dengan postur tubuh gemuk dan tinggi.
Menurut saya dan berdasarkan pengalaman saya, mau menikah di usia berapapun terserah deh. Memang ada konsekuensi bila dikaruniai anak pertama di usia 30 tahunan ke atas, katanya susah untuk mengatasi anak karena faktor usia dan fisik. Ya , ini yang akan jadi konsekuensi saya bila memiliki seorang anak. (Tetap berdoa dan berusaha). Dan bila menikah di usia antara 25 tahun dan 30 tahun tidak masalah juga.
Apalagi menjadi lajang. Menurut saya no problem juga. Orang tua pasti khawatir, kok anakku kok belum ada tambatan hati ya. Kok gini, kok gitu, jangan jangan dia..... ? Pasti banyak pertanyaan itu. Tapi kembali lagi apakah sudah siap materi dan mental untuk menikah ?
Menurut saya pernikahan itu proses kehidupan keluarga. Tidak hanya punya anak saja, tapi lika likunya ya sama beratnya dengan menjadi lajang. Ya sama butuh biaya untuk hidup, biaya kesehatan, biaya liburan dan sebagainya. Kebahagiannya bagaimana ? Menurut saya, relatif. Tergantung dari kita mau berbahagia dengan bagaimana ?
Beberapa pernikahan juga ada yang penuh liku dan drama, dan akhirnya tidak bisa mempertahankan pernikahan dengan baik. Beberapa juga lajang malah bahagia dengan bisa menelusuri kehidupan pribadi dengan menjadi traveler, pengusaha, dan aktif di lembaga sosial.
Kalau mau menikah, pastikan dulu. Ada duitnya kagak ? Bener lho, jaman sekarang ini gak hanya modal cinta bisa hidup. Tapi dipikirkan juga modal DUIT. Urusan Rumah Tinggal, kemudian Kendaraan transportasi (Entah mobil atau motor), ASURANSI (Kesehatan dan JIWA), LIBURAN, dan apabila nanti dikaruniai anak.
Dan yang paling penting adalah modal KOMITMEN. Ini satu yang penting. Kalau tidak memiliki komitmen, ya jangan sekali kali punya pikiran menikah. Ingatlah kalau kita menikah, kita menikah dengan seluruh keluarganya. Enggak hanya dengan suami atau istri kita saja. YA termasuk MERTUA kita, KAKAK dan ADIKnya, dan juga seluruh BUDAYA, serta KEBIASAAN, dan TRADISI yang ada.
Kalau urusan LAJANG, ya saya pernah menjalani masa LAJANG itu, dan saya isi dengan mengejar karir saya di pekerjaan. Dan bersenang senang dengan kehidupan lajang itu.
Saya tidak tahu, apakah saudara sekarang berada di pemikiran apakah mau menikah atau Lajang. Yang pasti jangan lupa berdoa untuk mohon pimpinan Tuhan selalu.
Salam
Komentar
Posting Komentar